Temukan aktivitas menarik di
Gianyar
Kabupaten Gianyar terkenal juga sebagai sentra kerajinan seperti emas, perak, seni ukir batu padas, serta kerajinan bambu.
Our Brochures
Download Now
- Aktivitas menarik di Gianyar
- History About Destinasi: Gianyar Bali, Indonesia
Sejarah Kota Gianyar secara resmi ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 9 Tahun 2004 tanggal 2 April 2004 tentang Hari Jadi Kota Gianyar.
Sejarah Gianyar telah berlangsung selama lebih dari dua seperempat abad, yaitu sejak 245 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 19 April 1771, ketika Gianyar ditetapkan sebagai nama istana kerajaan, yaitu Puri Agung atau Istana Raja (Anak Agung), oleh Ida Dewa Manggis Sakti. Hal ini menandai lahirnya sebuah kerajaan yang berdaulat dan mandiri, yang akan menempati kedudukannya di antara kerajaan-kerajaan lain di Bali. Peresmian Puri Agung Gianyar pada tanggal 19 April 1771, yang didasarkan pada pertanda-pertanda spiritual dan fisik yang baik, merupakan tonggak sejarah yang ditetapkan oleh Raja Gianyar pertama, Ida Dewa Manggis Sakti, yang menunjukkan bahwa proses terbentuknya dan keberadaannya dapat ditelusuri kembali ke masa lalu atau diproyeksikan ke masa depan.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa komunikasi di wilayah Gianyar sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu, dengan ditemukannya artefak batu dan perunggu, termasuk Nekara Bulan Pejeng, serta ukiran relief yang menggambarkan kehidupan di kuil dan gua di sepanjang Sungai Pakerisan.
Bukti tertulis, seperti prasasti pada batu atau logam, telah mengidentifikasi pusat kerajaan dinasti Warmadewa di istana Singamandawa dan Bedahulu. Setelah ekspedisi Majapahit di bawah Gajah Mada menaklukkan Bali, ibu kota kerajaan baru, Samprangan, didirikan sebagai pusat kekuasaan dinasti Kresna Kepakisan, di bawah pemerintahan Raja Adipati Ida Dalem Krena Kepakisan (1350-1380). Istana Samprangan berdiri selama sekitar tiga abad, dengan lima raja Bali yang memerintah dari sana: Ida Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460), Ida Dalem Waturenggong (1460-1550), Ida Dalem Sagening (1580-1625), dan Ida Dalem Dimade (1625-1651). Dua raja terakhir ini mendirikan fondasi bagi para penguasa berbagai wilayah regional, seperti Ida Dewa Manggis Kuning (1600-an) dari Desa Beng, cikal bakal Dinasti Manggis yang kemudian mendirikan Kerajaan Payangan (1735-1843), dan Ida Dewa Agung Anom dari Klungkung, cikal bakal dinasti kerajaan Sukawati, Peliatan, dan Ubud (1711-1771). Interaksi dinamis antara elit adat dari generasi ke generasi berujung pada berdirinya Kerajaan Gianyar yang berdaulat dan otonom, di bawah kekuasaan Ida Dewa Manggis Sakti, keturunan generasi keempat dari Ida Dewa Manggis Kuning. Berdirinya Puri Agung Gianyar pada tanggal 19 April 1771 menandai lahirnya ibu kota dan pusat pemerintahan Kerajaan Gianyar, yang selanjutnya berperan dalam sejarah sembilan kerajaan di Bali: Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung, Tabanan, dan Gianyar.
Setelah penaklukan Bali oleh Belanda, delapan bekas kerajaan tersebut diakui oleh pemerintah kolonial sebagai wilayah pemerintahan sendiri (Swapraja) yang dipimpin oleh raja-raja masing-masing (Selfbestuurder). Selama Revolusi Indonesia, ketika Bali menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT), Raja Gianyar diangkat sebagai Ketua Dewan Raja. Selain itu, dua tokoh terkemuka lainnya dari Bali, Tjokorde Gde Raka Sukawati (Puri Kantor Ubud) dan Ida A.A. Gde Agung (Puri Agung Gianyar), masing-masing menjabat sebagai Presiden dan Perdana Menteri NIT.
Setelah kembali ke negara kesatuan (NKRI) pada tahun 1950, bekas wilayah Swapraja ditata ulang sebagai Daerah Tingkat II, dengan Gianyar menjadi Kabupaten. Gianyar sejak saat itu dipimpin oleh sebelas Bupati, yang mencerminkan evolusi pemerintahan otonom dari era kerajaan hingga pemerintahan kabupaten saat ini.
Sejarah Gianyar yang kaya, yang membentang dari berdirinya Kerajaan Gianyar yang berdaulat pada tahun 1771 hingga Kabupaten saat ini, telah menyaksikan beragam gaya kepemimpinan dan seni pemerintahan dalam kerangka otonomi. Selama 245 tahun, para pemimpin Gianyar, dari raja hingga bupati, masing-masing telah menyumbangkan pendekatan dan tradisi unik mereka dalam memerintah tanah seniman ini, yang pengaruhnya telah melampaui panggung lokal dan mencapai panggung global.